| | Comments: (0)

HIPOTERMIA


  • Definisi  
Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 360C (Dep.Kes. RI, 1994). Bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu  normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu axila).

  • Etiologi 
1.      Jaringan lemak subkutan tipis.
2.      Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
3.      Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
4.      BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
5.     Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi. 
  • Faktor resiko 
1.      Penyebab utama
·         Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin.
·         Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
·         Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir
·         Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur
·         Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat)
·         Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan, hipoglikemia, perdarahan intra kranial

2.      Resiko untuk terjadinya hiptoermia
·         Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
·         Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir
·         Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur
·         Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat).
·         Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial.
(DepKes RI, 1992)
3.      Faktor pencetus terjadinya hipotermia :
·         Faktor lingkungan
·         Syok
·         Infeksi
·         Gangguan endokrin metabolik
·         Kurang gizi, energi protein (KKP)
·         Obat – obatan
·         Aneka cuaca (DepKes RI, 1992)
  • Patofisiologi
     Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,50C – 37,50C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki, dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (Suhu 320C – 360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Saifudin, 2002)
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbanagan antara produksi panas dan kehilangan panas.

a)      Penurunan produksi panas

hal ini dapat disebabkan kegagalan sistem endokrin dan terjadi penurunan metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitari.

b)      Peningkatan panas yang hilang

terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas terjadi secara:

·                        Konduksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara BBl dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang bersentuhan pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan.
·                     Konveksi
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit dan aliran darah yang dingin dipermukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu transportasi BBL ke rumah sakit.
·                     Radiasi
Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang lebih dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat di kelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin.
·                     Evaporasi
Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir, atau pada waktu dimandikan.
c)   Kegagalan termoregulasi

Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin/ saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anastesi)dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam peratiuran suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.
  • Diagnosis
  Ø  Anamnesis

Menurut departemen kesehatan RI 2007, diagnose bayi baru lahir yang mengalami hipotermi dapat ditinjau dari riwayat asfiksia pada waktu lahir, riwayat bayi yang dimandikan sesudah lahir, riwayat bayi yang tidak dikeringkan setelah lahir dan tidak dijaga kehangatannya, riwayat terpapar ruangan yang dingin dan riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan pada bayi. Waktu timbulnya kurang dari 2 hari.

  Ø  Pemeriksaan Fisik



  • Penatalaksanaan
Seorang bayi cukup bulan yang sehat dan berpakaian akan mempertahankan suhu tubuh sebesar 36-37ºC asalkan suhu lingkungan dipertahankan antara 18-21ºC, gizi cukup dan gerakannya tidak terhambat oleh bedong yang ketat. Laju metabolism bayi berbeda-beda, tetapi masiing-masing bayi harus diawasi tidak boleh terlalu panas.
Saat merawat bayi beresiko, harus melakukan pengukuran ekstra untuk mempertahankan suhu lingkungan yang netral (neutral thermal environment) untuk bayi tersebut. Suhu lingkungan yang netral yaitu suhu lingkungan dimana bayi akan mempertahankan suhu normal tanpa menggunakan energy berlebihan untuk melakukannya

 Ø  Penanganan Hipotemi Berat
·        Segera hangatkan bayi dibawah alat pemancar panas yang telah dihangatkan sebelumnya, bila mungkin guankan inkubator
·        Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu beri pakaian yang hangat
·         Pakai topi dan selimuti deengan selimut hangat
·        Bayi harus  dihindari dari paparan panas berlebihan dan usahakan posisi bayi sering diubah bila bayi dengan gangguan nafas( frekuensi nafas > 60 atau < 40kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi)
·        Selanjutnya pasang jalur intravena sesuai dengan dosis rumatan dan selang infus tetap terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
·        Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah <45 mg/dl (2,6mmol/L), berikan penaganan terhadap hhipoglikemi.
·        Nilai tanda kegawatan pada bayi (missal gangguan nafas, kejang atu tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum tiap 4 jam sampai suhutubuh kembali dalm batas normal.
·        Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam penanganan kemungkinan beasr sepsis
·        Anjurkan ibu menyusu segera setelah bayi siap, bila bayi tidak dapat menyusus, beri ASI peras. Bila bayi tidak bisa menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI perah begitu suhu bayi mencapai 35ºC.
·        Periksa suhu bayi tiap jam, bila suhu naik paling tidak 0,5ºC/jam, berarti upaya mengahangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu setiap 2 jam.
·        Periksa juga suhu alat yang diapai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam.
·        Setelah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk bayi serta pantau bayi selama 12 jam dan ukur suhunya tiap 3 jam. Kemudian pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika.
·        Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dpat dipulangkan dan ansehati ibu bagaimana cara agar menjaga bayi tetap hangat selama dirumah.
(Buku Ajar Neonatologi, EDISI pertama IDAI)

   Ø  Hipotermi Sedang
·        Ganti pakaian yang dingin dan basah ddengan pakaian yang hangat, memakai topi dan selimut yang hangat.
·        Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit dengan kulit atau perawatan metode kanguru
·       Bila ibu tidak ada : hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan inkobator atau ruang hangat bila perlu. Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum dan sesuaikan dengan pengatur suhu. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisis bayyi lebih sering diubah
·      Anjurkan ibu menyusu segera setelah bayi siap, bila bayi tidak dapat menyusus, beri ASI peras.
·        Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah <45 mg/dl (2,6mmol/L), berikan penaganan terhadap hhipoglikemi.
·        Nilai tanda kegawatan pada bayi
·     Periksa suhu bayi tiap jam, bila suhu naik paling tidak 0,5ºC/jam, berarti upaya mengahangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu setiap 2 jam.
·        Bila suhu tidak naik atau terlalu pelan, < 0,5ºC/jam cari tanda sepsis
·        Setleah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk bayi serta pantau bayi selama 12 jam dan ukur suhunya tiap 3 jam
·        Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dpat dipulangkan dan ansehati ibu bagaimana cara agar menjaga bayi tetap hangat selama dirumah.
(Buku Ajar Neonatologi, EDISI ketiga IDAI)
  • Pencegahan
1.    Ruang melahirkan hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan, harus cukup hangat dengan suhu ruangan antara 25oC - 28 oC serta bebas dari aliran udara melalui jendela, pintu, ataupun dari kipas angin. Selain itu sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertologan BBL sudah disiapkan, serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih dalam resusitasi BBL sebagai penanggung jawab pada perawatan BBL.
2.    Pengeringan Segera
Seger setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera mengganti kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian diletakkan di permukaan yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakainan hangat. Kesalahan yang sering dilakukan adalah, konsentrasi penolong kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan pompa jantung pada waktu resusitasi, sehingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan.
3.    Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya pada pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm  maupun preterm. Dada atau perut ibunya tidak dimungkinkan, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat, dapat diletakkan dalam dekapan lengan ibunya.
Metode perawatan kontak kulit dengan kulit (Skin to skin contact / Kangoroo mother care / KMC / perawatan bayi lekat) dalam perawatan bayi selanjutnya sangat dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil, oleh karena dari beberapa penelitian dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayi-bayi kecil.
4.    Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses termoregulasi pada BBL.
5.    Tidak segera memandikan/menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6 jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Oleh karena tindakan memnadikan bayi segera setelah lahir, akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Mekoneum, darah, atau sebagian verniks, dapat dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan bayi. Sisa verniks yang masih menempel di tubuh bayi tidak perlu dibuang, selain tindakan tersebut akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih bermanfaat sebagai pelindung panas tubuh bayi, dan akan di reabsorbsi dalam hari-hari pertama kehidupan bayi.
Menimbang bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian, oleh karena dengan tindakan menimbang sangat dimungkinkan akan terjadi penurunan suhu tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi, timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.
6.    Pakaian dan selimut bayi yang adekuat
Secara umum, BBL memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut lebih banyak daripada orang dewasa. Pakaian, dalam hal ini juga meliputi topi, karena sebagian besar (kurang lebih 25 %) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi. Pakaian dan selimut seyogyanya cukup longgar, sehingga memungkinkan adanya lapisan udara diantara permukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif . Bedong (swaddling) yang biasanya sangat erat sebaiknya dihindarkan, selain menghilangkan lapisan udara sebagai penyangga panas, juga menaikkan risiko terjadinya pneumonia dan penyakit infeksi saluran nafas lainnya, karena tidak memungkinakan paru bayi mengembang sempurna pada waktu bernafas.
Pada perawatan BKB selain dengan cara perawatan bayi lekat, pakain dan selimut hangat, penggunaan plastik sebagai selimut pelapis, atau meletakkan bayi dibawah pemancar panas, dilaporkan sangat bermanfaat untuk memperkecil proses kehilangan panas. Dalam hal ini temperatur harus selalu dimonitor denga ketat, untuk menghindarikan terjadinya hipertermi. Bayi yang lahir dari ibu dengan demam, mempunnyai risiko untuk terjadinya depresi pernapasan, kejang, risiko yang meningkat terjadinya kematian , atau palsi serebral.  
7.    Rawat gabung
Bayi-bayi yang dilahirkan di rumah atapun yang dilahirkan di rumah sakit, seyogyanya dijadikan satu, dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya, selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup hangat (minimal 25 oC). Hal ini akan sangat menunjang pemberian ASI on demand, serta mengurangi risiko terjadi infeksi noskomial pada bayi-bayi yang lahir dirumah sakit.
8.    Transpotasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk di rumah sakit, atau ke bagian lain di lingkungan rumah sakit, seperti di ruang rawat bayi atau di NICU, sangat penting untuk selalu menjaga kehangatan bayi selama perjalanan. Apabila memungkinkan, adalah merujuk bayi bersamaan dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat, oleh karena hal ini merupakan cara yang sederhana dan aman.
9.    Resusitasi hangat
Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal ini sangat penting, oleh karena bayi-bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya tidak dapat menghasilkan panas yang cukup efisien sehingga mempunyai risiko tinggi menerita hipotermia.
Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, memberikan lingkungan yang hangat dan kering, dengan melakukan bayi dibawah alat pemancar panas, merupakan salah satu dan rangkaian prosedur standar resusitasi BBL.
10.    Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi (dokter, bidan, perawat, dukun bayi, dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai hangat,. Keluarga dan anggota masayarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat .


Daftar pustaka

v  Buku ajar Neonatologi; Ed:pertama; Ikatan dokter Anak Indonesia